Judul Buku : Radikal Itu Menjual (Budaya Perlawanan atau Budaya Pemasaran?)
Penulis : Joseph Heath, Andrew Potter
Penerjemah : Ronny Agustinus dan Paramita Ayuningtyas Palar
Penerbit : Antipasti, Jakarta, Cetakan Pertama, Mei 2009
Tebal : 437 halaman
Buku yang ditulis oleh Joseph Heath dan Andrew Potter yang kemudian diterjemahkan oleh Ronny Agustinus dan Paramita Ayuningtyas Palar ini, menyorot budaya tanding yang selalu terjadi di setiap generasi. Budaya tanding adalah pola pandang dan perilaku yang menjadi alternatif terhadap pola pandang dan perilaku yang berlaku umum dalam masyarakat.
Uniknya dalam buku ini pertemuan kapitalisme dengan budaya tanding menghasilkan celah ekonomi baru, namun mampu menjadi pemasaran baru. Budaya tanding yang mulai memperlakukan semua kenyelenehan sebagai pembangkangan justru menghasilkan sesuatu yang tidak sekadar hanya memperbaiki tetapi membuka konsumerisme baru.
Repotnya hasrat untuk melawan arus, untuk menjadi berbeda, termasuk mengeraskan hati untuk menjalani hidup alternatif yang unik justru merupakan kekuatan utama pendorong kapitalisme dan konsumerime. Tentu agar mudah menyerap inti dari buku setebal 437 halaman ini, diperlukan sedikit waktu untuk membaca buku karya pemikir yang mempengaruhi penulis buku ini.
Ada beberapa orang beranggapan untuk menolak sepatu buatan Nike. Alasannya, mereka tidak ingin melukai para buruh yang dibayar murah untuk membuat sepatu itu. Masih banyak orang yang meyakini bahwa menantang arus itu keren, membebaskan diri dari trend itu hebat. Seperti pada Bab Pemberontakan Ekstrem mengatakan bahwa makan sayuran organik itu sehat karena mengandung makna perlawanan terhadap fast food, lebih baik berjalan kaki dari pada ikut fitnes maupun memuja slogan Do It Your Self ("perbaiki daripada beli”). Hasrat untuk melawan arus, menjadi beda, dan menjalani gaya hidup alternatif semacam itu justru mendorong konsumerisme itu sendiri.
Dengan kekritisan yang luar biasa dan analisis yang kuat, kedua penulis ini menunjukkan bahwa banyak penentang konsumerisme justru menjadi kekuatan-kekuatan yang menggerakkan konsumerisme. Dalam pandangan mereka, budaya tanding hanyalah mitos dan gagasan palsu. Sikap anti konsumerisme, budaya tanding justru melahirkan pasar yang sangat besar akan produk-produk dan literatur anti konsumerisme itu. Kekeliruan lain ide budaya tanding yang ditunjukkan oleh buku ini, para pemberontak itu menuding bahwa konsumerisme melahirkan keseragaman. Padahal, kebalikannya, konsumerisme sebenarnya lebih didorong oleh hasrat untuk menjadi beda. Seperti pada Bab 6 Seragam dan Keseragaman “ternyata efek buruk dari dihapuskannya bukan karena terletak pada berkurangnya disiplin, melainkan pada makin merajalelanya konsumerisme” hal 206. Sehingga budaya tanding justru menegaskan kesadaran individu akan pentingnya berbeda. Dengan kata lain, gerakan antikonsumerisme pada akhirnya justru mendorong apa yang disebut sebagai konsumerisme (orang berlomba-lomba membeli sesuatu) untuk menjadi yang paling keren, paling beda.
"konsumerisme sebenarnya lebih didorong oleh hasrat untuk menjadi beda....," .... ya bener bgt!!
ReplyDeleteByk org memilih jalan indie..., menolak mainstream.., tapi satu pelakuan yang sama.., yaitu "konsumerisme".
Pada hakikatnya sebuah sufiks -isme pada sebuah makna..., membuat orang menjadi Poser.., yang sekedar tampil tampak keren...,
BTW, nice review....
thanks dah mampir :)
Delete